Dua minggu berlalu. Sejak saat itu, sama sekali aku tidak bicara dengan Kanna. Aku hanya melihatnya. Sekarang dia bisa tersenyum kembali. Mungkin begini lebih baik. Dia bahagia, kan? Itu sudah cukup untukku.
“Kamu nggak apa-apa, Rik?” Neo menepuk pundakku.
“Ah, iya… aku sehat.”
“…Jangan dipaksa, ah.”
“Nah, tuh. Neo khawatir, kan?”
“Si-siapa yang khawatir sama kamu?!” muka Neo memerah
“Ah, mukamu merah, tuh”
“Apaan, sih?! Kau ini!”
Haha, menyenangkan. Atau aneh, ya? Hari-hariku menjadi seperti biasa lagi. Tapi… Emi dari kemaren ndeketin aku terus, nih. Jadi nggak enak.
“Riki!” tiba-tiba dari belakang Emi mengagetkanku. Ah, panjang umur nih orang.
“Lho? Riki nggak kaget?” tanyanya.
“Mana mungkin dia kaget. Kamu tuh dari kemaren kenapa, sih ndeketin Riki terus?” Neo yang menjawab.
“Apa, sih? Cemburu, ya?” Emi menggodanya.
“Si-siapa yang cemburu?!” Neo ngamuk lagi.
“Haha, cemburu, cemburu…” Emi terus meledeknya.
“Cewek sialan! Kumakan kau!” Neo dan Emi malah kejar-kejaran.
“Hei… sudah, dong” aku berusaha menenangkan walaupun nggak ada hasilnya.
Ng? Kanna! Kami ketemu mata lagi. Tapi pasti dia memalingkan wajah. Repot, deh.
“Eh, eh, Riki ikut aku bentar, dong” ajak Emi saat istirahat.
“Hah? Mau apa?” tanyaku.
“Po-pokoknya ikut aku bentar.” Emi menarik-narikku.
“I-iya, deh…”
Dia mengajakku ke belakang gedung sekolah. Sepertinya tujuannya ke tempat sepi, deh.
“Mau apa,sih?” tanyaku
“Ah, ng… itu… Aku…Riki mau nerima aku?”
“Hah? Bilangnya ke ketua tim basket cewek, dong. Lagian tim baket cowok sudah penuh.” jawabku dengan polosnya.
“Eh? Bu-bukan nerima jadi anggota tim! Itu… Ri-Riki mau nerima aku jadi pacar Riki nggak?” muka Emi merah padam
“EH?!” teriakku dalam hati.
“Ri-Riki! Mau, kan?” tatapan matanya penuh dengan harapan.
“…nggak bisa. Aku nggak ada perasaan apa-apa ke Emi.”
“Ah, kenapa? Nggak suka juga nggak apa, kok. Jadi pacarku, ya? Ya?” paksanya.
“…kamu…”
“Iya?”
“Padahal Kanna sudah menangis karena dia mengira aku nggak suka sama dia. Tapi sekarang, kamu malah ingin berpacaran denganku tanpa ada perasaan.”
“…Riki, kamu… jangan-jangan…”
“…Ng, aku hanya suka Kanna. Maaf.” Aku menolaknya.
Emi gemetaran. Dia berlari ke dalam gedung sekolah. Aku memang hanya menyukai Kanna seorang. Tidak bisa dengan orang lain.
“Dia nangis, tuh.”
“…kamu dengar, ya? Neo?”
“Maaf, deh… sengaja...”
“Kamu jadi kayak mata-mata, deh. Haha”
Aku duduk di bawah pohon, tertutupi bayangan yang sejuk. Melihat ke arah langit. Indah sekali. Aku ingin bersama Kanna lagi. Padahal kami baru 1 minggu jadian.
“Eh, Rik…” Neo duduk di sebelahku.
“Ng?”
“Gimana kalau kamu menyatakan perasaan sekali lagi ke dia…”
…TO BE CONTINUED …
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment